
Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik pada KPK, Sugiarto
SERANG, KURVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah memantau ketat perilaku sejumlah oknum pejabat di lingkungan Pemprov Banten. Ditengarai lembaga anti rasuah tersebut menyakini telah terjadinya praktik gratifikasi.
Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik pada KPK, Sugiarto mengatakan, jika KPK telah memberikan atensi berupa teguran kepada Pemprov Banten.
“Ini dilakukan karena kami ( KPK,red) meyakini ada beberapa sektor pelayanan di Pemprov Banten yang berpotensi terjadi gartifikasi,” ujar Sugiarto pada kegiatan Bimbingan Teknis dan Evaluasi Program Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemprov Banten yang digelar di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Curug, Kota Serang beberapa waktu lalu , (23/2/2023).
Bahkan Sugiarto menyebutkan, sejak 2017 hingga awal 2023, lembaga KPK mencatat, ada sekitar 36 laporan praktik gratifikasi d di Pemprov Banten. “Paling banyak di 2021 yakni sebanyak 30 laporan,” terang Sugiarto.
Diketahui dalam kegiatan tersebut dihadiri oleh Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten M. Tranggono dan diikuti oleh sejumlah kepala OPD dan ASN di lingkungan Pemprov Banten.
Sementara pantauan wartawan dalam paparan KPK melalui slide diketahui bahwa Pemprov Banten menjadi instansi dengan laporan gratifikasi paling banyak dibandingkan dengan instansi pemerintah kabupaten/kota yang ada di Banten, yakni sebanyak 36 laporan, dengan rincian 30 laporan di 2021, 5 laporan di 2022 dan 1 di 2023.
Disusul kemudian Pemkot Tangsel sebanyak 23 laporan. Pemkot Tangerang 7 laporan, Pemkot Serang 6 laporan, Pemkot Cilegon 3 laporan, Pemkab Serang dan Lebak 2 laporan, Pemkab Pandeglang 1 laporan dan Pemkab Tangerang nihil laporan.
“Praktik gratifikasi ini terjadi di sektor pelayanan. Kalau menurut rata-rata yang kami peroleh, terkait dengan pengadaan barang dan jasa, perizinan, kemudian di kesehatan, sekolahan dan, rotasi mutasi jabatan dan sebagainya,” ujar Sugiarto di Pendopo Gubernur Banten, (23/2/2023).
Gratifikasi disektor pelayanan Pemprov Banten tersebut, rawan terjadi lantaran menurut Sugiarto, terjadi interaksi antara penyedia layanan dengan pengguna layanan dalam hal ini masyarakat.
“Disitu ada interaksi antara pengguna layanan dengan penyedia layanan. Karena biasanya wajah dari pelayanan publik disitu,” tegasnya menyampaikan alasan potensi terjadi gratifikasi.
Petugas dari KPK itu kemudian menekankan kepada pejabat dan seluruh ASN, untuk tidak melakukan suap menyuap atau menerima hadiah dalam bentuk apapun ketika memberikan pelayanan.
“Bapak dan ibu pejabat dilingkungan Pemprov Banten, sudah digaji oleh negara. Sehingga ketika melayani kepada masyarakat tidak perlu ucapan terimakasih dalam bentuk pemberian. Pada pegawai negeri atau penyelenggara negara ketika ada memberi hadiah, tolak,” imbaunya.
Tidak hanya pejabat di Pemprov Banten, sebagai petugas dari anti rasuah itu, Sugiarto juga mengingatkan masyarakat sebagai pengguna layanan, untuk tidak memberikan hadiah kepada pemberi layanan dalam hal ini pejabat Pemprov Banten.
“Pada masyarakat jangan memberi,” imbaunya, seraya meminta seluruh lapisan masyarakat di Banten untuk melapor jika menemukan kasus hukum berupa gratifikasi untuk melapor ke KPK.
Sugiarto menegaskan, bahwa budaya anti gratifikasi harus diterapkan di Pemprov Banten, sebab jika tidak akan menganggu ke berbagai hal dalam pembangunan di Banten.
Sementara legislator Banten juga ikut memberi perhatian pada perilaku yang berpotensi gratifikasi.
Potensi terjadinya gratifikasi di beberap sektor pelayanan di Pemprov Banten itupun mendapat perhatian dari Anggota DPRD Provinsi Banten Gembong R Sumedi.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Gembong R Sumedi bahkan meminta KPK melakukan upaya pencegahan aktif terhadap dugaan praktik gratifikasi yang ia nilai menjadi cikal bakal korupsi ini.
“Saya fikir potensi gratifiksi memang sangat terbuka lebar. Yang sangat besar dan rawan terjadi di sektor perizinan dan pengadaan barang dan jasa,” katanya,
Seraya meminta agar Pemprov Banten atau dalam hal ini penjabat gubernur juga bisa melakukan upaya pencegahan dengan mulai selektif menempatkan ASN di sektor pelayanan yang rawan terjadi gratifikasi tersebut. (Dew/Bud)